Masyaraat Maluku harus bersatu untuk melindungi sumber daya alamnya. Masyarakat Maluku saat ini masih menunggu keputusan mengenai pengoperasian dan pengelolaan Blok Masela, atau Ladang GAS Abadi yang terletak di Maluku.
Belum diketahui, apakah akan dibangun kilang terapung di laut ataukah di darat. Masyarakat Maluku menginginkan agar pengelolaan blok Masela ini harus dapat mensejahterakan daerah penghasil, yang saat ini berada di peringkat empat termiskin di Indonesia.
Pengelolaan Blok Migas ini dibahas dalam seminar regional yang berlangsung di Universitas Darusalam (Unidar) Ambon, yang menghadirkan narasumber, Direktur Archipelago Solidarity Foundation (Arso), Engelina Pattiasina; Ketua Forum Perjuangan Kebangsaan Maluku (FKPM), Amir Hamzah; Pembantu Rektor II Universitas Pattimura Ambon, Prof.Dr.M.J Sapteno; dan Anggota DPRD Maluku, Dharma Oratmangun.
"Masyarakat Maluku bersatu melawan intervensi asing dalam bentuk apapun, yang berusaha untuk mengabaikan hak–hak masyarakat Maluku atas SDA, khususnya Migas," kata Rektor Unidar, Dr. Ibrahim Ohorella dalam keterangan persnya, Kamis (4/12/2015).
Selain itu, ia mendorong seluruh komponen masyarakat adat di Maluku untuk bersatu mempertahankan eksistensi adat istiadat, dan hukum adat melalui lembaga adat.
"Pemerintah daerah, DPRD, DPD dan DPR RI, lembaga adat, organisasi politik, tokoh nasional, dan masyarakat Maluku untuk bersatu mengawal proses pengelolaan sumber Migas di Maluku," tegasnya.
Direktur Archipelago Solidarity Foundation (Arso), Engelina Pattiasina menambahkan, di dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
"Dengan demikian, negara wajib menaati konstitusi dan harus bertanggung jawab untuk memaksimalkan benefit dari blok Masela secara berkeadilan, khususnya masyarakat adat sebagai pemilik sumber daya alam," tegas Engelina.
Dia juga mengingatkan, rencana pembangunan kilang terapung untuk gas Masela hanya menguntungkan investor semata, tetapi tidak memperhatikan dampak ekonomi bagi masyakat Maluku. Jika pabrik pengolahan gas berada di darat, Indonesia bisa membangun kota yang lebih besar dari Balikpapan.
Sementara itu, Anggota DPRD Maluku, Dharma Oratmangun meminta Maluku harus memperjuangkan hak pengelolaan Blok Migas dan bagi hasil yang adil, karena memiliki sumber daya alam yang sangat besar.
"Melimpahnya sumber Migas di Maluku, perlu diantisipasi proxy war, dalam memperebutkan energy. Hal mulai terlihat pada pengelolaan blok Masela," ujar Dharma.