“Kami hanya ingin rakyat Maluku mendapat perlakuan dan hak yang adil atas sumber daya alam yang ada di Maluku. Sangat miris, karena Maluku menjadi provinsi termiskin keempat di atas kekayaan sumber daya alamnya. Maluku memiliki 25 Blok Migas dan akan terus bermunculan,” tutur Tokoh Maluku, Engelina Pattiasina di Kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman di Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Baca juga : Terbongkar, Kengototan Geng Kuntoro di Blok Masela
Sementara, Rizal Ramli, mengatakan, Maluku memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Misalnya, satu pertiga ikan di Indonesia berasal dari Maluku. Hanya saja, rakyat Maluku nyaris tidak mendapat apa-apa.
Sekarang, kata Rizal, di Maluku terdapat sumber minyak dan gas. Salah satunya, Blok Masela dengan cadangan gas sangat besar, sehingga dikenal sebagai blok gas abadi. Bahkan, Blok Migas masih akan bermunculan di Maluku dan sangat besar.
Baca lagi : Mafia Blok Masela
“Kalau dikelola dengan baik, Migas di Maluku akan mengalahkan Qatar. Rakyat Maluku harus mendapat manfaat yang adil dari kekayaan alam. Kita harus ubah paradigma pengelolaan Migas,” tegas Rizal.
Dia menjelaskan, pejabat harus mengubah paradigma dari yang penting ekspor dan tanpa peduli masyarakat mau dapat manafaat atau tidak. Blok Masela harus menjadi momentum perubahan paradigma. Rizal menambahkan, pengelolaan Blok Migas harus menguntungkan rakyat dan kawasan timur akan mendapat manfaat dari semua itu.
Engelina pun sependapat dengan Rizal. Menurutnya sangat absurd, wilayah yang kaya justru menjadi daerah termiskin. “Kami tuntut keadilan dan meminta Migas harus bermanfaat bagi rakyat Maluku yang termiskin keempat. UUD juga mengamanatkan sumber daya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Rakyat Maluku mengharapkan itu,” tegas Engelina.
Dia menambahkan, kemiskinan akan berdampingan dengan kebodohan dan tidak sehat. Untuk itu, dengan kekayaan alam yang ada, semua pihak harus membantu Maluku keluar dari kemiskinan. Sebab, Migas di Maluku bukan hanya menghidupi Maluku atau Indonesia Timur semata, tetapi akan menghidupi Indonesia, karena potensi Migas sangat besar.
“Kami memang menginginkan pembangunan instalasi gas (darat) di Maluku, karena akan mendorong pertumbuhan. Jadi, kalau instalasi, saya kira, kami semua mendukung pembangunan yang di darat. Itu jauh lebih baik bagi rakyat. Selain itu, kami minta pembagian hasil Migas yang lebih adil,” ujar pendiri Archipelago Solidarity Foundation ini.
Sedangkan Pembantu Rektor II Universitas Pattimura, Prof. Dr. J. Martinus Saptenno, mengatakan dari sisi hukum, Maluku sangat dirugikan dan diperlakukan tidak adil dalam pengelolaan Migas.
“Bagaimana mungkin, pemerintah daerah tidak mengetahui kalau wilayah memiliki Blok Migas dan sudah ditender. Ini tidak adil. Pemerintah harus rela untuk mengubah aturan sehingga daerah tidak dirugikan,” tegasnya.
Sementara itu, Alex Retraubun mengatakan, keberadaan Blok Migas di Maluku akan menjadi engine of growth (mesin pertumbuhan) untuk Maluku dan juga wilayah Indonesia Timur.
Pertemuan yang diinisiasi Engelina Pattiasina itu dihadiri sejumlah tokoh Maluku, seperti Suady Marasabessy, Prof. Martinus Saptenno, Nono Sampono, Alex Retraubun, Jantje Tjiptabudi, Augy Syahilatua, Farida Aryani Hehanusa, Amir Hamzah, Semuel Leunufna, Boetje Balthazar, Theopilus Louis dan M. Kainama.