Aliran Pengucuran uang 1 juta dolar AS dari Inpex itu disebut-sebut untuk Kuntoro Mangkusbroto dalam dua tahap, yang pertama sebesar 300 ribu dolar AS pada tahun 2015 dan yang kedua sebesar 700 ribu dolar AS pada tahun 2016.
Baca juga : Mafia Blok Masela
Yang Bikin Terang lagi , ternyata konsultan yang mendampingi Inpex itu diperkuat oleh sejumlah tokoh seperti Kuntoro Mangkusubroto yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama PT PLN Persero. Firma konsultan Tridaya Advisory itu di ketahui dipimpin oleh Erry Riyana Hardjapamekas, mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diduga juga memiliki kaitan erat dengan kemandegan beberapa kasus besar "big fish" yang ditangani KPK, termasuk diantaranya megaskandal dana talangan Bank Century.
Sementara Kuntoro Mangkusubroto diketahui memiliki hubungan cukup erat dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Keduanya pernah bersama-sama di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh pasca tsunami 2004. Di era pemerintahan SBY, Kuntoro juga menduduki posisi penting di Istana yakni sebagai Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan dan Reformasi (UKP4R), atau sekarang dikenal dengan kepala staf kepresidenan Adapun di era Joko Widodo atas dukungan penuh Sudirman Said, Kuntoro Mangkusubroto kembali masuk ke jajaran pemerintah, yakni menjabat sebagai Komisaris Utama PLN. Di era 2000-2001, Kuntoro juga pernah memimpin PLN Inpex Masela adalah perusahaan Jepang yang mendapatkan hak mengelola Blok Abadi Masela sejak 1998, Inpex menggandeng Tridaya Advisory sebagai konsultan akhir bulan Agustus 2015.
Kesepakatan kedua lembaga tersebut ditandatangani pada tanggal 28 Agustus 2015, atau tak lama setelah isu pembangunan Blok Abadi Masela menjadi tarik ulur di tengah masyarakat terkait metode darat atau terapung dilaut. Dalam dokumen konsultasi yang diberikan Tridaya Advisory kepada Inpex Masela itu, tertanggal 11 Desember 2015, disebutkan bahwa perjanjian antara keduanya baru ditandatangani pada tanggal 28 Agustus 2015, namun sudah sejak Januari 2015 Tridaya Advisory aktif berkomunikasi dan memberikan masukan kepada Inpex Masela serta ikut dalam berbagai pertemuan-pertemuan yang diadakan Inpex Masela dengan pihak-pihak stakeholder lainnya.
Sepak terjang Tridaya Advisory dalam mempengaruhi Inpex Masela agar membangun kilang LNG dengan metode terapung (Off shore) sebenarnya sudah hampir berhasil. Namun setelah adanya reshuffle Kabinet Kerja bulan Agustus 2015, ada dinamika baru yang menyulitkan Sepak terjang Tridaya Advisory itu. Melihat keganjilan yang ada terkait penentuan kilang apung (Off Shore) blok Masela itu, Menko Maritim dan Sumber Daya menolak keras metode Off Shore tersebut. karena sebagaimana penilaian banyak pihak, metode off shore hanya akan menguntungkan perusahaan migas asing dan mafia-mafia pemain migas lainnya.
Menko Maritim dan Sumber Daya beserta seluruh publik yang ada, menghendaki agar pembangunan blok Masela dilakukan dengan metode kilang darat (On Shore), karena dengan kilang darat pemanfaatan ladang gas abadi blok Masela tersebut akan mampu memajukan ekonomi kawasan Indonesia Timur, khususnya Maluku dan daerah sekitarnya. penyerapan tenaga kerja, transfer teknologi, penyerapan tingkat kandungan lokal, maupun pembangunan industri petrokimia dan lain sebagainya. Pemanfaatan kilang darat blok masela jelas lebih besar dan sesuai amanah konstitusi pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yakni Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam menghadapi protes yang begitu masif dan meluas dari publik tersebut, Tridaya Advisory terus bermanuver dengan menyarankan agar Inpex Masela tetap berkomunikasi dengan SKK Migas dan Kementerian ESDM. Dalam dokumen tersebut, bahkan Tridaya Advisory menyarankan ke Investor (Inpex) untuk melakukan PEMBANGKANGAN kepada pemerintah dengan menyatakan bahwa Kemenko Maritim dan Sumber Daya adalah pihak luar yang tidak mempunyai otoritas terkait penentuan pembangunan kilang Blok Masela. Padahal, dalam struktur pemerintahan Jokowi dengan jelas di sebutkan bahwa kementerian ESDM berada di bawah Kemenko Maritim dan Sumber Daya.
Selain itu, ada juga temuan publik berupa invoice pembayaran jasa konsultasi dari Inpex Masela kepada Tridaya Advisory untuk periode 28 Agustus - 27 November 2015 sebesar Rp 1,425 miliar, dimana Invoice tersebut ditandatangani oleh Arief T. Surowidjojo yang mewakili Tridaya Advisory. Arief T. Surowidjojo adalah salah satu pengacara yang terendus memiliki peran dalam megaskandal dana talangan Bank Century, yang waktu itu Arief merupakan pengacara Sri Mulyani, mantan Menkeu RI dan mantan Ketua SKK Migas, yang telah menyetujui bailout Bank Century pada bulan November 2008 total sebesar Rp 6,7 triliun.
Selain beberapa temuan diatas, adalagi temuan lain yang enggak kalah mencengangkan publik, dimana ternyata ada keberadaan orang Inpex didalam jajaran Staff Ahli Menteri ESDM yang bertugas di bidang Mineral dan Energi. dia adalah Farchad Mahmud yang tercatat sebagai Staff Ahli Menteri ESDM untuk bidang Energi dan Mineral. Selain itu dia pernah tercatat juga sebagai staff dari UKP4 di era Kuntoro Mangkusubroto.
Dari beberapa temuan diatas, maka jelaslah publik sekarang dapat membaca fakta diatas, mengapa menteri ESDM Sudirman Said tetap ngotot dengan metode pembangunan kilang LNG Blok Masela dengan metode terapung (Off Shore). Hubungan antara Sudirman Said, Kuntoro Mangkusubroto, Ery riana, dan Inpex jelas terang benderang, ada kepentingan rente dan conflict of interest di dalam alur fakta-fakta diatas.
sumber: http://www.kompasiana.com/bendrat/terbongkar-kengototan-geng-kuntoro-di-blok-masela_56d18240d07e613d210ab7f8